The Representation of Javanese World In Novels Para Priyayi, Canting, and Gadis Tangsi (Study of Culture and Ideology)

Wijaya Heru Santosa, Herman J. Waluya, Suminto A. Sayuti, dan Retno Winarni

Abstract


Tujuan penulisan makalah ini adalah mengungkap dunia Jawa yang direpresentasikan oleh pengarang dalam novel Para Priyayi , Canting, dan Gadis Tangsi . The purpose of writing this paper is to reveal the Java world represented by the authors of novels The Priyayi (Para Priyayi), Canting, and Barrack Girls (Gadis Tangsi). Pengkajian dengan asumsi bahwa novel merupakan media untuk merepresentasikan hasil pengamatan dan pandangan-pandangan pengarang yang diramu dengan imajinasi. The assessment assumption reveals that the novel is one of the media to represent their observations and insights mixed with imagination.Para pengarang Jawa tersebut mengungkapkan segala imajinasi, ideologi, dan hasil pengamatannya dilatarbelakangi dengan budaya yang melekat pada dirinya sehingga pengarang bisa dikatakan sebagai juru bicara wakil kolektif masyarakatnya dengan menuangkan gagasan dan imajinasinya ke dalam novel. The Javanese authors uncover all imagination, ideology and background observations with the inherent culture so that the authors can be regarded as representatives of the collective society spokesmen in expressing ideas and imagination into novels.Berdasarkan pembahasan dapatlah disimpulkan bahwa pandangan hidup masyarakat Jawa yang terepresentasi dalam tiga novel yang membahas masalah kepriyayian adalah :(1) Masyarakat Jawa pada umumnya bercita-cita ingin menjadi priyayi dalam arti orang yang memiliki pangkat atau derajat, kekayaan, dan kekuasaan; (2) Untuk meraih status kepriyayian, terutama bagi orang awam harus melalui proses kerja keras, jujur, banyak belajar atau melalui pendidikan, dan mendapat uluran tangan dari orang yang sudah menjadi priyayi. Based on the discussion, it can be concluded that the Javanese worldview represented in the three novels address the problem of priyayi such as: (1) A man in Javanese community in general aspires to be a gentleman in the sense that he has the rank or degree, wealth, and power, (2) To achieve a priyayi status, especially for the lay person, it is important to go through a process of hard-working, honesty, a lot of study through education, and he gets a helping hand from people who have become part of aristocracy. Selain itu, untuk meraih status kepriyayian orang Jawa masih ada yang percaya pada mitos wahyu atau pulung yang cara mencarinya dengan jalan laku prihatin. In addition, to achieve the priyayi status in Javanese culture is still believed to be a myth of revelation called pulung (it is done through the behavior of concern).

Keyword : representasi, priyayi, ideologi Keyword: representation, gentry, ideology, priyayi, canting, pulung


Full Text: PDF
Download the IISTE publication guideline!

To list your conference here. Please contact the administrator of this platform.

Paper submission email: RHSS@iiste.org

ISSN (Paper)2224-5766 ISSN (Online)2225-0484

Please add our address "contact@iiste.org" into your email contact list.

This journal follows ISO 9001 management standard and licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License.

Copyright © www.iiste.org